Jangan bandingkan penampilan kelompok perkusi KunoKini dengan sebuah kelompok band. KunoKini sangat unik, sulit dicari padanannya pada kelompok musik lain. Ratusan penonton antusias menyaksikan pertunjukan KunoKini di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Rabu (26/3) malam. Selama empat jam, mereka menunggu kejutan di setiap komposisi musik dan lagu yang disuguhkan.
"Selama ini yang gue tau, KunoKini adalah kelompok musik perkusi etnik Indonesia yang paling keren. Salut banget buat KunoKini yang udah go internasional.Itulah sebagian kesan penonton, yang sebagian ikut bergoyang, ketika pada akhir pertunjukan KunoKini memainkan lagu Yamko Rambe Yamko dan Rasa Sayange.
Apa yang unik dan menarik dari KunoKini dengan empat personel yang dimotori Adhi Bhisma W (Bhismo), Astari Achiel (Bebi), MNF (Firzi), dan Akbar Nugraha ini?
Ketika nomor Reinkarnasi sebagai pembuka mereka tampilkan, nada-nada dari djembe, perkusi tradisional dari gurun Afrika, yang lebih dominan, membuat penonton langsung memberikan aplaus meriah. Komposisi ini penuh pesona dan membangkitkan semangat.

Habis itu, masuk ke komposisi Klontang. Instrumen musik dari Dayak Ngaju ini didukung djembe, gendang Jawa. Ia memberikan warna dan nuansa lain. Bhismo dan kawan-kawan tampil atraktif dan energik.
Komposisi berikutnya, Lagu Jawa. Hampir sama dengan Klontang, tapi ada tambahan perkusi Latin, conga. Lagu Jawa terinspirasi dari bencana gempa bumi di Yogyakarta. Namun, uniknya, bukan nada-nada kesedihan yang mengalun, tapi sebaliknya, riang gembira. "Komposisi yang mencoba menggugah semangat untuk lahir dan bangkit kembali," ujar Bhismo.
Ketika pembawa acara menyebut KunoKini berkolaborasi dengan penari andal dari Nan Jombang, asal Padang, Sumatera Barat, Angga Djamar, penonton yang berdiri di sisi kiri-kanan ruang pertunjukan mulai bergerak agak ke depan. Penampilan nomor Hujan Bambu dengan penari Angga yang jelita dengan gaun merah menjadi pusat perhatian.
Dibuka dengan permainan saluang atau suling bantji Padang, Angga yang mengambil posisi duduk melantunkan rintihan-rintihan dengan nada tinggi, bergelombang, dan menusuk kalbu. Ditambah permainan didgeridoo, instrumen musik suku Aborigin, suku asli yang mendiami Australia, Angga mulai berdiri, lalu berpusing berlawanan dengan arah jarum jam. Lama sekali, makin lama makin kencang.
Tepuk tangan mulai bergemuruh. Lalu, tak lama kemudian gerakan berpusing (berputar) dengan kaki ke atas. Kalau Angga tak terlatih dengan gerakan-gerakan yang mengambil dasar gerakan silat Minangkabau, mungkin dia tak bisa membuat gerakan seperti yang ditunjukkan ketika berkolaborasi dengan KunoKini itu.
Koreografer Nan Jombang, Ery Mefri, mengatakan, dalam filosofi Minang, ribut bambu punya makna dan konotasi lain. Situasi ini bisa mencibiri Indonesia, yang bila dapat sedikit, ributnya bukan main, tak tanggung- tanggung. "Angga berputar dalam posisi berdiri dan kemudian terbalik, berputar dengan kedua kaki ke atas, ini menggambarkan bahwa untuk mendapatkan sesuatu (walau sedikit), usahanya tak sedikit, jungkir balik. Tasuliang-suliang, istilah orang Minang," ungkap Ery.
Begitulah komposisi Hujan Bambu diterjemahkan melalui koreografi yang anggun, tapi mendebarkan. Alunan suara-suara rintihan sungguh memilukan, tapi juga merindukan. Seusai penampilan kolaborasi musik dan tari ini, tepuk tangan penonton pun bergemuruh, agak lama.Seusai rehat, KunoKini yang sudah lebih dari 50 kali tampil di berbagai tempat di dalam negeri dan tiga kali di Australia (Sydney, Canberra, dan Brisbane), berkolaborasi dengan kelompok musik Outside Ordinary. Mereka menampilkan lagu Banbosa Bosas, yang didominasi permainan tong drum dan conga. Penyanyi Nova membawakan lagu Soldier. Terakhir lagu daerah Rasa Sayange, yang ditingkahi bunyi terompet dari mulut Bhismo, membuat banyak penonton melantai, menari bersama.

Begitulah pementasan KunoKini, sebuah grup perkusi yang menggabungkan alat musik tradisional Indonesia dan dari berbagai negara. Yang menggabungkan elemen musik tradisional dengan musik zaman sekarang.
"Banyak anggapan yang mengatakan bahwa musik tradisional membosankan dan tidak easy listening. Namun, KunoKini menepis anggapan itu, musik dianggap mereka adalah sesuatu yang yang harus dapat dinikmati oleh semua segmen," kata Maria Darmaningsih, Manajer KunoKini.
Puluhan alat musik tradisional yang diboyong pada setiap pertunjukan, dan aransemen musik yang digarap dalam berbagai jenis musik, pada pertunjukan yang disaksikan berbagai kalangan usia itu ternyata mampu memanjakan para penontonnya. Hasilnya, warna musik unik yang menarik, menyihir pendengarnya dalam menikmati aroma suara etnik alamiah dari alat-alat perkusi dan alat tiup lainnya.

Kamis, 11 Maret 2010 Posted in | | 0 Comments »

One Responses to "Eksplorasi Dan Kolaborasi KunoKini Nan Unik"

Write a comment