Musik adalah Ruang dan Waktu. Dikatakan ruang dan waktu karena musik memiliki melodi (ruang) dan tempo (waktu). Musik merupakan sebuah dunia yang bisa dibentuk oleh mereka yang mampu memainkan dan merancangnya.
Perkembangan musik di dunia belakangan ini memiliki kemajuan yang luar biasa. Bila kita lihat di dunia sekuler saja misalnya, warna musik semakin hari semakin bertambah. Hal ini dipengaruhi oleh pemikiran manusia yang semakin maju. Sebut saja kehadiran setiap band baru yang tiap waktu semakin berbondong-bondong di dunia pertelevisian kita, dimana mereka memiliki ciri khas dan karakter masing-masing dalam bermain musik.
Perkembangan zaman musik pun sudah masuk ke dalam gereja. Gereja dari waktu ke waktu tidak dapat menyangkal dan menentang akan kemajuan zaman di bidang musik tersebut.
Terlepas dari itu, apakah kita mengetahui dan cukup memahami bagaimana perkembangan zaman musik di dunia? Dan bagaimana musik gereja saat ini? Agar para pembaca dapat memahaminya, maka penulis akan memberikan sedikit penjelasan tentang perkembangan zaman musik tersebut.
Musik yang dapat dijelaskan dalam dunia buku, dimulai dari Zaman Renaisance, Zaman Baroque, Zaman Klasik, Zaman Romantik, Zaman Modern dan Zaman Kontemporer. Ke-enam zaman inilah yang dapat dituliskan ke dalam bentuk tulisan yang hampir setiap saat diperbaharui oleh para penulis di seluruh dunia.
Zaman Renaisance. (tahun 1450-1600an)
Musik di Zaman ini, belum begitu sempurna bila kita memandang dari sudut pandang musik saat ini. Dikatakan belum sempurna karena musik ini tidak memiliki banyak variasi melodi di dalamnya. Cukup sederhana, karena penggabungan antara Bass dan melodinya tidak terlalu rumit dan bila kita perhatikan secara musical, bentuk melodinya hanya setiap satu ketukan atau hanya menggunakan not seperempat saja. Sedangkan bassnya hanya dimainkan setiap awal ketukan saja. Birama musik dalam Zaman ini hanya sebatas 4/4 (empat per empat) saja. Dari segi keharmonisannya, musik di zaman ini sudah dapat dikatakan harmonis. Salah satu pemusik yang terkenal di Zaman ini adalah L. Milan.
Zaman Baroque (Tahun 1600-1750)
Di zaman Baroque, musik sudah semakin harmonis dan memiliki variasi yang lebih banyak. Variasi yang lebih banyak ini tampak dari penggabungan antara melodi dan Bass pada setiap arransemen musik. Salah satu lagu yang terkenal di Zaman Baroque adalah Jesus Breubel Mein Freuds yang diciptakan oleh Johan Sebastian Bach sebagai salah satu musikus terkenal di Zaman ini. Johan Sebastian Bach adalah musikus yang hidup di Zaman ini, menikah dengan keponakannya dan meninggal karena penyakit mata yang sangat parah yang dideritanya.
Zaman Klasik (Tahun 1750-1820)
Era Zaman Klasik inilah seorang Wolfgang Amadeus Mozart hidup. Dengan berbagai lagu ciptaannya yang sampai sekarang ini masih ramah di telinga kita. Garapan musiknya sudah dapat dirasakan dan memberikan nilai estetika yang sempurna. Karena warna musiknya dapat memberikan ekspresi bagi kita yang mendengarkannya.
Selain Mozart, Ludwig Van Beethoven juga menjadi salah satu musikus terkenal di Zaman ini. Tapi lagu-lagu ciptaan Ludwig Van Beethoven pada akhir hidupnya sudah masuk pada Zaman Romantik.
Seorang Mozart di dunia Klasik sangat tersohor. Bahkan ayah dari Ludwig Van Beethoven sendiri menginginkan kalau putranya kelak dapat menjadi Mozart berikutnya, tetapi hal tersebut tidak pernah tercapai. Salah satu buktinya tersohornya seorang Mozart adalah karena sekali saja mendengarkan sebuah musik dia mampu dan dapat langsung memainkan dan menuliskannya musiknya pada notasi. Hal ini pernah terjadi pada saat perayaan misa di daerahnya yang dipimpin oleh paus. Begitu misa selesai, diluar gereja Mozart langsung memainkan musik dan tidak jauh berbeda dengan musik misa yang dimainkan di dalam gereja tersebut. Paus marah dan meminta Mozart untuk tidak memainkan musik tersebut. Tetapi Mozart terus melanjutkan dan berkata bahwa musik itu adalah komposisi yang diciptakannya.
Zaman Romantik. (Tahun 1820-1900)
Berawal dari seorang Ludwig Van Beethoven yang menciptakan lagu di saat-saat terakhir hidupnya yang menjadikan Zaman Klasik berpindah menjadi Zaman Romantik. Pada awalnya Paus tidak menyetujui perubahan zaman musik tersebut. Hal ini dikarenakan musik yang pada awalnya hanya digunakan di dalam gereja, berubah fungsi menjadi musik sekular yang bebas dimainkan di mana saja. Ekspresi dari setiap pendengar musik ini bervariasi tetapi banyak yang mengekspresikan musik di jaman ini ke warna musik yang romantic. Salah satu penyebabnya adalah karena permainan musik di zaman tersebut lebih mendayu dan lambat serta menggunakan perasaan yang sangat besar saat memainkan setiap alat musik.
Zaman Modern (Tahun 1900-1970)
Zaman modern sudah masuk dalam warna musik yang lebih rumit. Dikarenakan musik lebih memiliki konsep dan rancangan yang lebih baik. Contohnya menggunakan musik yang tidak melulu menggunakan akord yang minor dan mayor saja tetapi sudah lebih mendetail yang contohnya dengan menggunakan akord 7 (tujuh). Dan melodi pada lagunya sudah lebih menggunakan tehnik yang baru dalam dunia musik. Misalnya menggunakan melodi tuplet (3) nada dalam satu ketukan . Hal itulah yang menjadikan Zaman musik ini disebut Zaman Modern. Para musikus yang terkenal di dunia ini antara lain adalah John Williams dan Antonio Lauro.
Zaman Kontemporer (Tahun 1970- Sekarang)
Perkembangan musik di Zaman ini sudah menggunakan musik yang berkonsep combo (eropah: Band). Yaitu yang terdiri dari sekelompok pemain musik yang didalamnya terdapat pemain gitar, drum dan piano, serta alat musik lain yang dianggap diperlukan untuk menciptakan sebuah musik. Zaman kontemporer adalah Zaman musik baru, dimana setiap orang bebas menciptakan musik sesuai dengan karakter masing-masing yang tidak terlepas dari sisi Kebenaran, keindahan, dan Kebaikan. Oleh karena itu, banyak musisi yang menampilkan ciri khas musiknya masing-masing. Tidak dapat dipungkiri, bahkan di setiap Label yang menjadi media penjualan musik selalu menginginkan sebuah warna baru dari setiap musisi yang tidak terlepas dari kebutuhan pasar (konsumen) musiknya.
Lingkungan musik gereja juga membuka telapak tangannya atas perkembangan Zaman musik ini. Sebagai contoh, dulunya musik di gereja hanya menggunakan organ. Tetapi belakangan ini kemajuan Zaman untuk membandkan lagu gereja pun tidak terbendung. Walaupun terkadang di beberapa gereja Tradisional (suku), penggunaan ensambel Kontemporer (band) sangat jarang bahkan tidak pernah digunakan. Penyebab untuk tidak menggunakannya bisa saja karena pengaruh Anggaran Dasar/Anggaran Rumah tangga (AD/ART) gereja tersebut tidak pernah menyetujui perkembangan Zaman Musik ini. Bahkan kalaupun diubah, itu membutuhkan waktu yang lama untuk menyetujui dan mempersiapkannya.
Bagi gereja yang dapat menerima Musik Kontemporer, penulis berpendapat semua itu wajar saja. Selama Kebenaran bermain dan melayani, Kebaikan lagu tersebut kepada jemaat dalam gereja dan ketika pulang, dan Keindahan musik yang dilantunkan tetap terkontrol saat ibadah.
Tetapi, ada sebuah konsekuensi untuk tidak mengikuti Zaman musik di lingkungan gereja. Yaitu, secara otomatis jumlah jemaat yang muda akan berkurang. Kenapa? Karena muda-mudi yang hidup saat ini bisa dipastikan lebih tertarik dengan kebaktian yang lebih variatif, dan lebih tertarik dengan kemajuan Zaman apalagi saat ini dunia band semakin diminati kawula muda. Hal itu dapat dilihat dari kegiatan musical yang berbau band yang ramai ditonton oleh orang-orang muda sedangkan pada musik klasik dan tradisional, kita lihat saja sendiri.

Read More......
Rabu, 17 Maret 2010 Posted in | | 0 Comments »

DENPASAR-Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar terpilih menjadi wakil Asia untuk mengikuti festival internasional musik perkusi di Denmark.
"Keikutsertaan tim ini merupakan wujud dari ISI Denpasar yang akan `go international`. Festival ini diikuti para musisi perkusi dari Amerika, Eropa, Afrika dan Asia," kata Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Wayan Rai S, MA di Denpasar, Minggu.
Sebanyak 23 anggota rombongan dari ISI Denpasar akan tampil, dengan diikuti rektor, pembantu rektor, ketua jurusan karawitan, para dosen serta 19 orang mahasiswa dari Fakultas Seni Pertunjukan. Mereka akan berangkat 27 Januari dan kembali ke Indonesia 9 Februari 2010.
Menurut Wayan Rai, kegiatan ini akan mampu memberi pengalaman dan manfaat yang besar, khususnya bagi mahasiswa ISI Denpasar, karena mereka dapat berinteraksi dengan para seniman kelas dunia di negara lain.
Selain pementasan, tim ISI Denpasar juga diundang untuk memberikan ceramah dan melakukan lokakarya bersama dengan para dosen dan mahasiswa dari "The Royal Danish Academy of Music", Kopenhagen.

Read More......
Jumat, 12 Maret 2010 Posted in | | 0 Comments »

Jangan bandingkan penampilan kelompok perkusi KunoKini dengan sebuah kelompok band. KunoKini sangat unik, sulit dicari padanannya pada kelompok musik lain. Ratusan penonton antusias menyaksikan pertunjukan KunoKini di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Rabu (26/3) malam. Selama empat jam, mereka menunggu kejutan di setiap komposisi musik dan lagu yang disuguhkan.
"Selama ini yang gue tau, KunoKini adalah kelompok musik perkusi etnik Indonesia yang paling keren. Salut banget buat KunoKini yang udah go internasional.Itulah sebagian kesan penonton, yang sebagian ikut bergoyang, ketika pada akhir pertunjukan KunoKini memainkan lagu Yamko Rambe Yamko dan Rasa Sayange.
Apa yang unik dan menarik dari KunoKini dengan empat personel yang dimotori Adhi Bhisma W (Bhismo), Astari Achiel (Bebi), MNF (Firzi), dan Akbar Nugraha ini?
Ketika nomor Reinkarnasi sebagai pembuka mereka tampilkan, nada-nada dari djembe, perkusi tradisional dari gurun Afrika, yang lebih dominan, membuat penonton langsung memberikan aplaus meriah. Komposisi ini penuh pesona dan membangkitkan semangat.

Habis itu, masuk ke komposisi Klontang. Instrumen musik dari Dayak Ngaju ini didukung djembe, gendang Jawa. Ia memberikan warna dan nuansa lain. Bhismo dan kawan-kawan tampil atraktif dan energik.
Komposisi berikutnya, Lagu Jawa. Hampir sama dengan Klontang, tapi ada tambahan perkusi Latin, conga. Lagu Jawa terinspirasi dari bencana gempa bumi di Yogyakarta. Namun, uniknya, bukan nada-nada kesedihan yang mengalun, tapi sebaliknya, riang gembira. "Komposisi yang mencoba menggugah semangat untuk lahir dan bangkit kembali," ujar Bhismo.
Ketika pembawa acara menyebut KunoKini berkolaborasi dengan penari andal dari Nan Jombang, asal Padang, Sumatera Barat, Angga Djamar, penonton yang berdiri di sisi kiri-kanan ruang pertunjukan mulai bergerak agak ke depan. Penampilan nomor Hujan Bambu dengan penari Angga yang jelita dengan gaun merah menjadi pusat perhatian.
Dibuka dengan permainan saluang atau suling bantji Padang, Angga yang mengambil posisi duduk melantunkan rintihan-rintihan dengan nada tinggi, bergelombang, dan menusuk kalbu. Ditambah permainan didgeridoo, instrumen musik suku Aborigin, suku asli yang mendiami Australia, Angga mulai berdiri, lalu berpusing berlawanan dengan arah jarum jam. Lama sekali, makin lama makin kencang.
Tepuk tangan mulai bergemuruh. Lalu, tak lama kemudian gerakan berpusing (berputar) dengan kaki ke atas. Kalau Angga tak terlatih dengan gerakan-gerakan yang mengambil dasar gerakan silat Minangkabau, mungkin dia tak bisa membuat gerakan seperti yang ditunjukkan ketika berkolaborasi dengan KunoKini itu.
Koreografer Nan Jombang, Ery Mefri, mengatakan, dalam filosofi Minang, ribut bambu punya makna dan konotasi lain. Situasi ini bisa mencibiri Indonesia, yang bila dapat sedikit, ributnya bukan main, tak tanggung- tanggung. "Angga berputar dalam posisi berdiri dan kemudian terbalik, berputar dengan kedua kaki ke atas, ini menggambarkan bahwa untuk mendapatkan sesuatu (walau sedikit), usahanya tak sedikit, jungkir balik. Tasuliang-suliang, istilah orang Minang," ungkap Ery.
Begitulah komposisi Hujan Bambu diterjemahkan melalui koreografi yang anggun, tapi mendebarkan. Alunan suara-suara rintihan sungguh memilukan, tapi juga merindukan. Seusai penampilan kolaborasi musik dan tari ini, tepuk tangan penonton pun bergemuruh, agak lama.Seusai rehat, KunoKini yang sudah lebih dari 50 kali tampil di berbagai tempat di dalam negeri dan tiga kali di Australia (Sydney, Canberra, dan Brisbane), berkolaborasi dengan kelompok musik Outside Ordinary. Mereka menampilkan lagu Banbosa Bosas, yang didominasi permainan tong drum dan conga. Penyanyi Nova membawakan lagu Soldier. Terakhir lagu daerah Rasa Sayange, yang ditingkahi bunyi terompet dari mulut Bhismo, membuat banyak penonton melantai, menari bersama.

Begitulah pementasan KunoKini, sebuah grup perkusi yang menggabungkan alat musik tradisional Indonesia dan dari berbagai negara. Yang menggabungkan elemen musik tradisional dengan musik zaman sekarang.
"Banyak anggapan yang mengatakan bahwa musik tradisional membosankan dan tidak easy listening. Namun, KunoKini menepis anggapan itu, musik dianggap mereka adalah sesuatu yang yang harus dapat dinikmati oleh semua segmen," kata Maria Darmaningsih, Manajer KunoKini.
Puluhan alat musik tradisional yang diboyong pada setiap pertunjukan, dan aransemen musik yang digarap dalam berbagai jenis musik, pada pertunjukan yang disaksikan berbagai kalangan usia itu ternyata mampu memanjakan para penontonnya. Hasilnya, warna musik unik yang menarik, menyihir pendengarnya dalam menikmati aroma suara etnik alamiah dari alat-alat perkusi dan alat tiup lainnya.

Read More......
Kamis, 11 Maret 2010 Posted in | | 0 Comments »


Buah hati tersayang mulai mengenal warna? Biasanya mereka akan mulai senang bereksperimen dengan krayon, pensil warna, atau pewarna apapun. Tidak puas dengan buku gambar, mereka mulai beralih ke dinding. Gak heran kalau dinding kamar mereka "berhias" coretan tangan-tangan mungil.
Di satu sisi, apa yang mereka lakukan seringkali membuat kita kesal. Bagaimana tidak? Untuk membersihkannya, kita mungkin perlu melakukan pengecatan ulang. Di sisi lain, apa yang mereka lakukan adalah ekspresi kesenangan dan kreativitas mereka. Jadi, bagaimana caranya supaya mereka tetap bebas bermain dengan kreativitas mereka, tanpa mengotori dinding?
Gampang, kok. Sediakan saja kanvas berukuran besar dan beberapa kaleng cat dengan warna yang beragam. Biarkan si kecil bermain dengan cat-cat tadi. Bisa langsung dengan tangan mereka, atau menggunakan kuas. Salah satu contoh lukisan grafiti ala si kecil, mungkin akan tampak seperti di foto ini.
Setelah selesai, Anda bisa memajang lukisan karya si buah hati. Lukisan ini tentunya jauh lebih bernilai daripada lukisan mahal manapun. Dibuat dengan rasa senang dan kreativitas orang yang amat kita sayangi. Memajang lukisan ini juga akan membuat anak-anak merasa bangga akan hasil kerja mereka. Dengan demikian, lain kali mereka mungkin akan lebih memilih mencoret kanvas daripada dinding.
Tak kemana-mana di akhir minggu? Cara ini mungkin bisa jadi pengisi liburan akhir minggu yang menyenangkan, di rumah.

Read More......
Sabtu, 06 Maret 2010 Posted in | | 0 Comments »

Kera ternyata lebih suka musik heavy metal ketimbang klasik, kata beberapa peneliti di University of Wisconsin yang temuan mereka diterbitkan di dalam "Biology Letters" pekan pertama September.
Beberapa ilmuwan memainkan kumpulan musik di hadapan sekelompok kera tamarin cotton-top tapi satu-satunya nada yang mendapat reaksi hanya lah yang berasal dari band heavy metal Metallica.
Semua hewan itu tampaknya tak tertarik pada Led Zepellin, Miles Davis dan Bach, tapi setelah nada dulcet lagu Master of Puppets dari Metallica dikumandangkan hewan tamarin itu menjadi tenang.
"Kera menafsirkan nada naik dan turun secara berbeda dengan manusia. Anehnya, satu-satunya reaksi mereka terhadap beberapa contoh musik manusia ialah reaksi tenang terhadap band heavy metal Metallica," kata Profesor Charles Snowdon, dari University of Wisconsin-Madison.
Bukannya membuat mereka gelisah dan agresif, musik heavy metal memiliki dampak yang menyejukkan mereka.
Dr. Snowdon, yang bergabung dengan pemain selo National Symphony Orchestra David Teie, juga memainkan irama yang disusun khusus buat mereka.
Meskipun mereka menikmati Metallica, mereka jauh lebih tertarik pada musik itu.
Melodi yang dilandasi atas suara pendek kera yang ketakutan menghasilkan tingkat suara kegelisahan, kata para peneliti tersebut, sementara nada yang dilandasi atas nada panjang yang dihasilkan makhluk itu ketika mereka senang memiliki dampak yang membuat mereka tenang.
Frans B.M. de Waal, profesor ilmu jiwa di Emory University yang mempelajari primata, mengatakan temuan tersebut tampaknya memberi penjelasan lebih banyak mengenai bagaimana kera bereaksi terhadap suara yang mereka buat ketimbang yang mereka lakukan terhadap musik atau evolusi musik.
Dr. Snowdon tak lagi memiliki koloni kera yang dapat digunakan dalam penelitiannya, tapi ia mengatakan penulis bersama studi itu, David Tele, sedang meneliti konsep musik buat kucing.
"Jika kita memahami bagaimana kita dapat mempengaruhi tingkat emosi mereka melalui pemanfaatan nada musik dan aspek bicara kita, barangkali orang-orang di antara kita yang hidup bersama hewan juga dapat memiliki hubungan yang lebih baik dengan mereka," kata Snowdon.

Read More......
Jumat, 05 Maret 2010 Posted in | | 0 Comments »

Terompet dari tulang burung yang ditemukan di gua di Jerman berusia 35.000 tahun merupakan alat musik tertua di dunia. Penemuan itu menunjukkan nenek moyang bangsa Eropa memiliki budaya kreatif dan kompleks. Sebuah tim yang dipimpin oleh arkeolog di University of Tuebingen Nicholas Conard mengumpulkan terompet itu dari 12 bagian sisa tulang yang ditemukan di Selatan Jerman. Instrumen musik sepanjang 22 centimeter itu memiliki lima lubang. Conard mengatakan terompet itu berumur 35.000 tahun. Itu jelas instrument musik paling tua di dunia,kata Conard. Penemuan itu dipublikasikan di journal Nature. Terompet Hohle Fels lebih komplit dan lebih tua dari tujuh terompet dari gading yang ditemukan di gua Jerman selatan yang didokumentasi oleh Conard dan koleganya beberapa tahun terakhir. Terompet lain ditemukan di Austria berumur 19.000 tahun. Sebanyak 22 terompet juga ditemukan di Prancis berumur 30.000 tahun.

Read More......
Kamis, 04 Maret 2010 Posted in | | 0 Comments »


BAGAIMANA banyak waktu yang Anda perlukan untuk mengunjungi museum? Beberapa mungkin mengatakan bahwa mereka bisa menghabiskan satu hari di salah satu museum besar dunia, seperti Metropolitan Museum of Art di New York, Louvre di Paris atau Prado di Madrid, bahkan tanpa mendekati mengalami semua kekayaan mereka. Lainnya, seperti museumgoers dengan rentang perhatian yang pendek, mendapatkan gatal setelah setengah jam atau lebih, dan hanya membuat marah bergegas untuk melihat beberapa favorit dan mungkin mengintip di pameran baru sebelum kembali keluar ke sinar matahari dan jauh dari banyak.
Nah, bagaimana kira-kira 45 menit? Dapatkah Anda benar-benar melakukan keadilan museum utama dalam jumlah waktu? Anehnya, salah seorang pejabat museum tampaknya berpikir demikian: Gabriele Finaldi, Prado wakil direktur untuk konservasi dan penelitian, dan satu biasanya menepuk untuk menunjukkan kunjungan kepala negara dan pejabat lain yang luar biasa museum koleksi lukisan. “Empat puluh lima menit adalah jumlah waktu yang sempurna untuk mengenal Prado,” kata Mr Finaldi.
Jadi ia tidak terganggu ketika saya memintanya untuk merencanakan suatu jadwal untuk Prado yang akan masuk dan keluar dalam waktu kurang dari satu jam.

Read More......
Selasa, 02 Maret 2010 Posted in | | 1 Comments »


Raja di raja pencipta musik Ludwig van Beethoven keluar jadi jabang bayi tahun 1770 di kota Bonn, Jerman. Semasa kanak-kanak sudah tampak jelas bakat musiknya yang luar biasa dan buku musik ciptaannya muncul pertama kali tahun 1783. Di usia remaja dia berkunjung ke Wina dan diperkenalkan kepada Mozart tetapi perjumpaan keduanya berlangsung singkat. Tahun 1792 Beethoven kembali ke Wina dan sebentar dia belajar musik dengan Haydn yang kala itu pencipta musik Wina kesohor (Mozart mati setahun sebelumnya). Beethoven menetap di Wina, Mekkahnya musik waktu itu, selama sisa hidupnya. Rasa musik Beethoven yang tinggi selaku pemain piano mengesankan tiap pendengamya dan dia berhasil baik selaku pemain maupun guru. Segera dia menjadi pencipta musik yang produktif juga. Karyanya dapat sambutan baik. Sejak umur pertengahan dua puluhan ke atas, dia sudah mampu menerbitkan dan menjual buku ciptaan musiknya tanpa kesulitan apa pun.

Read More......
Senin, 01 Maret 2010 Posted in | , | 0 Comments »